Oleh
Maharatun Nida
Suasana pagi yang sejuk
terdengar suara ayam yang berkokok, burung-burung yang berkicauan, hari itu tanggal 29 Mei 1990 desa Reno Kenongo
dikecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur lahirlah 3 orang anak kembar dari sepasang
suami istri yang saling mencintai.
Hari itu, suasana senang, gembira menyambut kelahiran tiga
anak kembar, sungguh tak menyangka jika mereka akan melahirkan 3 orang anak
kembar dan seakan kucing, ayam, dan burung ikut bahagia karena kelahiran mereka
berdua karena kelahiran tiga anak kembar yang cantik dan ganteng.
“Cantik sekali dan ganteng anak kita Pak, kita namakan siapa
mereka ini?”, ucap bu Mina.
“Benar Bu, waahh nanti mereka Ayah jadikan jawara desa saja,
haha bagaimana kalau kita namakan mereka Garuda , Panca, dan Sila siapa tau
nanti mereka akan berguna bagi bangsa dan negara dan terutama bagi desa kita
ini Bu?”, jawab Pak Iman.
“Haha, Ayah ini seperti judul lagu saja nama kita, tapi ibu
setuju dengan namanya yang Ayah berikan, semoga nanti akan berguna bagi bangsa
dan Negara dan utuk desa kita yang tercinta ini,” ucap Bu Mina bahagia
Nama Garuda, Panca, dan Sila yang diberikan oleh Pak Amin,
suara tawa pun terdengar di dalam ruang bersalin bu Mina karena keluarga yang
datang membesuk bu Mina merasa lucu dengan nama yang diberikan pak Amin, tetapi
mereka sudah terlihat biasa dengan keanehan yang dibuat pak Amin ya , karena
memang pak Amin orang yang terkenal humoris tetapi beliau juga terkenal
bijaksana dan bertanggung jawab.
*16 Tahun kemudian
“Garuda Pancasila akulah pandukungmu, patriot proklamasi
sedia berkorban untukmu, pancasila dasar negara rakyat adil makmur sentosa..
pribadi bangsaku.. ayo maju.. maju.. ayo maju.. maju… ayooo majuu.. majuu….”
Lagu itu adalah lagu nasional yang
meraka nyanyikan ketika mereka berjalan menuju sekolahan mereka entah kenapa
mereka selalu menyanyikan lagu itu mungkin karena lagu itu memuat nama mereka
bertiga, sebenarnya Garuda, Panca, dan Sila memang kembar hanya saja
kepribadian mereka bertiga sangat berbeda satu sama lain mulai dari Garuda yang
kepribadiannya humoris dan tidak pernah serius, Panca yang pendiam dan selalu
serius dan Sila yang periang dan
bertanggung jawab.
Suatu ketika, Ibu yang
mengajar dikelas XI 5 tidak masuk seperti anak normal biasanya kalau di kelas
gurunya tidak hadir dan tidak diberi tugas maka kelas akan rebut ada yang
menari-nari, bernyanyi, tidur-tiduran, ngegosip, dan yang jarang banget nih
terjadi yaitu saat satu kelas ribut dan ada anak yang tetap belajar di
tengah-tengah kelas yang rebut ini adalah contoh anak yang cerdas dan rajin dan
siapa kah dia, ya dia adalah Panca anak yang pendiam dan misterius di antara
tiga saudaranya.
“Hei Panca, mari kita bermain saja dulu, nanti saja kamu
belajar lagi kan di rumah masih banyak waktu , jarang-jarang kita bisa bermain
dengan teman-teman saat kelas kosong,” ucap Garuda menggoda Panca.
Sila menambahkan, “Ia Panca , nanti kamu pulang juga belajar
lagi kan?”
Godaan dari saudara Panca membuat Panca hilang konsentrasi
dan memilih untuk bermain bersama temannya, entahlah apakah di Indonesia ada
yang tetap bisa belajar saat teman satu kelas rebut dan apakah ia tidak ingin
ikut bermain, entahlah mungkin ada 1 : 100, setelah Panca bergabung dengan
teman dan saudaranya mereka tiba-tiba membicarkan sesuatu hal.
“Hei kalian akan ku beri satu pertanyaan,” ucap Garuda
membuka pembicaraan.
“Apalah yang ingin kamu tanyakan Gar, kamu ni tak pernah pun
serius bertanya,” udin mengolok Garuda.
“Hahaha benar sekali tu Din,” ucap Soraya yang juga berkumpul
diantara mereka.
“Dengarlah, apakah kalian cinta desa kita, desa Reno Kenongo
kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo tempat kelahiran kita?”, ucap Garuda
memberikan pertanyaan.
*Seketika semua diam….
“HAhahahaahhaha…..” semua tertawa terbahak-bahak.
“Macam mana kamu ini Garuda, apa kamu sakit? Bisa juga kamu
bertanya serius, haha ya tentulah kami cinta dengan desa ini tempat kelahiran
kita aku bahkan tidak pernah berfikiran untuk pindah,” Udin mengejek Garuda.
Ya benar saja teman-teman Garuda tertawa karena yang
sebelumnya Garuda tidak pernah bertanya dengan serius tiba-tiba menanyakan
pertanyaan cinta tanah air, padahal yang sering dibicarakan Garuda seperti
Kenapa ikan punya sirip? Kalau gajah terbang apa yang terlihat? Seperti itu
entah kenapa tiba-tiba Garuda menjadi aneh. Namun, setelah Udin menjawab
pertanyaan Garuda tiba-tiba ada pembicaraan serius antara mereka, entah angina
apa yang membuat mereka tiba-tiba serius mungkin karena terjangkit virus Panca
yang memiliki sifat serius dan dingin.
“Jika suatu saat nanti desa kita ini terkena bencana alam apa
tindakan kalian?”, Sila kembali memberi pertanyaan serius.
Garuda menjawab dengan wajah serius, “Aku akan meminjam alat
Doraemon yaitu alat untuk memundurkan waktu, jadi setelah terjadi bencana atau
desa kita diambil oleh orang lain kita bisa membatalkannya.”
Plaaakkkk… lemparan buku-buku beterbangan ke arah Garuda,
semua tertawa melihat kejadian yang menimpa Garuda, mungkin obat Garuda sudah
habis sehingga dia kembali seperti semula, ketika yang lain ingin berbicara dan
menjawab dengan serius tiba-tiba ada suara langkah kaki sepatu hak tinggi yang
berjalan ke arah kelas mereka, daaaan ya benar saja ternyata yang masuk adalah
guru pengganti dari pelajaran yang bersangkutan, sejujurnya dari awal memang
sudah aneh kelas kosong tanpa diberi tugas itu sangat jarang terjadi pasti
nanti akan ada tugas atau ada guru pengganti yang masuk dan sekarang, guru
pengganti datang seketika kelas menjadi sangat tenang mungkin suara lalat saja
akan terdengar saking tenangnya kelas tersebut.
Setelah guru pengganti masuk mereka diperintahkan untuk
mengenjakan soal yang di LKS, Panca tersenyum teman-teman dan saudaranya
bingung kenapa tiba-tiba Panca tersenyum sendiri setelah diberi tugas.
“Hei Panca, kenap kamu tersenyum?”, tanya Garuda.
“Tugas ini sebelumnya sudah aku kerjakan saat kalian rebut
jadi saat aku berabung dengan kalian aku telah selesai mengerjakan tugas ini
haha,” jawab Panca dengan tawa bahagia.
Silla menatap sinis, “Memang kamu sudah tau kita akan diberi
tugas ini?”
Panca tersenyum tipis, “Hanya antisipasi.”
Langsung saudara dan teman-temannya tidak lagi melihat ke
arah Panca dan kembali mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, ternyata
cara Panca memang benar ia mengerjakan tugas di LKS untuk mengantisipasi jika
akan di beri tugas dan jika tidak diberi tugas itu tidak akan merugikan Panca
karena akan menambah Ilmu.
Teng.. Teng.. Teng… Teng… Teng….
Bel pulang telah berbunyi anak-anak langsung serentak keluar
kelas bersama, tak terkecuali Garuda, Panca, dan Sila mereka berjalan perlahan
karena mereka pulang tidak mengendarai sepeda atau motor, mereka berjalan
sambil bernyanyi agar rasa lelah mereka tidak terasa dan cepat sampai waktu
menunjukan jam 4.30 saat itu mereka melewati pabrik pengerboran minyak yang
terdapat di desa mereka dan betapa terkejutnya ketika mereka melihat semburan
lumpur lapindo dari sumur pengeboran BPJ, mereka langsung stop dan melihat
kejadian yang mereka bingung itu kejadian apa yang terjadi di tempat pengeboran
tersebut.
“Hei apa itu?”, tanya Silla.
“Itu air mancur deh kayanya waaahhh sepertinya desa kita aka
nada wisata air mancur,”jawab Garuda dengan pasti.
“Enak aja kamu Gar, emang ada air mancur kotor gitu, dan coba
cium ini seperti bau gas beracun, lebih baik kita pergi dari pada kita terkena
racun.”
“Waaahh cerdas kamu Panca, hahaha,” Garuda menjawab tanpa
rasa bersalah.
Silla dan Garuda hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan
tingkah laku Garuda segera mereka bergegas karena mereka mengira itu hanya hal
yang biasa dan tidak perlu di masalahkan..
*beberapa hari kemudian
Beberapa terkejutnya warga desa Reno kenongo karena lumpur
telah menggenangi rumah mereka, hari-hari yan lalu semburan lumpur telah
menjadi pembicaraan yang hangat di desa tersebut tetapi tidak diketahui akan
berakibat sangat fatal seperti ini bukan banjir air yang menggenangi rumah
mereka tetapi lumpur, lumpur yang kotor beracun dan berbau salah sedikit mereka
akan terserang penyakit karena menghirup bau dari lumpur tersebut jangankan
terserang penyakit bahkan tiap hari mungkin ada yang muntah-muntah karena tidak
tahan terhadap bau lumpur, terpaksa warga Reno Kenongo di pindahkan ke balai
desa, tentu saja keluarga Garuda, Panca, dan Sila juga di pindahkan dan
teman-teman sekolah mereka yang rumahnya terkena genangan lumpur lapindo juga
ikut di pindahkan, semua warga memutuskan pindah karena beberapa hari lalu ada
ledakan dari pipa gas pengeboran yang membuat semua warga desa takut, sehingga
semuanya memutuskan untuk mengungsi.
Di balai desa semua warga yang telah dipindahkan merasa
sangat sedih dengan nasib mereka ada yang melamun, menangis, bingung karena
rumah sawah jalanan dan peternakan mereka habis karena lumpur lapindo, terlihat
wajah murung yang ada di balai desa, ada yang batuk-batuk tiada henti, ada yang
lemas tak berdaya sedangkan keluarga pak Amin terlihat santai dengan wajah yang
melongo melihati sekitar, mereka santai bukannya tidak memikirkan harta benda
mereka yang telah tercampur dengan lumpur, tapi memikirkan bagaimana nasib
warga dan desa yang sangat mereka cintai.
“Ayah… ini tidak bisa dibiarkan bagaimana dengan desa kita
yang sangat kita cintai Ayah?”, ucap Sila sendu.
“Ayah juga tidak tau Nak, bagimana ini akan terjadi
selanjutnya, lebih baik kalian sekolah saja dulu, untuk ini biar orang dewasa
saja yang akan menyelesaikan,” ucap Pak Amin.
Akhirnya mereka bertiga berangkat sekolah dari balai desa
dengan wajah yang murung, lesu dan sangat tidak bersemangat, mereka merasa baru
kemarin menikmati keindahan desa, bercanda bersama melihat keindahan desa yang
sekarang semuanya telah hilang bercampur dengan lumpur lapindo.
Sesampainya Garuda,
Panca dan Sila di sekolah mereka sangat bingung ketika memasuki kelas karena
ada satu kursi yang di penuhi lumpur dan ada serang anak yang menangis di
pojokan langsung Sia mendekati Soraya yang menangis di pokokan, Garuda
mendatangi teman-teman yang ada di sekitar dan Panca membersihkan kursi Soraya
yang penuh dengan lumpur, setelah mereka selesai bertanya dan membersihkan
mereka bertiga berkumpul, ternyata kasusnya adalah Ayah Soraya adalah bos di
perusahaan PT. Minarak Lapindo sehingga teman-teman melampiaskan kemarahannya
kepada Soraya, padahal Soraya tidak tau apa-apa, bukan kembar 3 sejati namanya
jika mereka hanya tinggal diam. Merek kemudia berdiri di depan kelas dan
mengumpulkan semua anak-anak.
“Hai teman-teman yang kami sayangi semuanya….”, ucap Panca
yang kemudian dipotong Garuda.
“Lo kira kita mau pidato pakai pembukaan segala. Jadi begini
teman-teman yang telah kita ketahui saat ini desa kita desa yang sangat kita
cintai kini telah hancur keindahannya telah tercampur lumpur, tapi apakah
kebahagiaan kita juga akan hilang? Kita masih bisa hidup teman-teman,” ucap
Garuda.
“Kita memang masih bisa hidup tapi desa kita? Rumah kita?
Area persawahan kita? Peternakan? Hancur semuanya karena lapindo, sekarang
bahkan kita hanya dapat bantuan makanan dan yang lainnya tidak ada ganti rugi
yang banyak, PT. Minarak seakan tidak terlalu peduli padahal banyak sekali
masyarakat yang sakit be ratus orang terkena penyakit ISPA dan yang lainnya
muntah-muntah setiap hari?” jawab Udin menyanggah Garuda.
“Itu memang benar tapi jika kita melampiaskan kemarahan kita
kepada keturnan dari bos disana apakah rumah dan desa kita akan kembali? Dan
apakah kita akan mendapatan hak kita kembali? Lebih baik kita cari jalan
keluarnya sama-sama kita minta pertanggung jawaban yang jelas dari perusahaan
tersebut bukan membully keturunan mereka”, tegas Sila.
Akhirnya suasana kelas menjadi damai karena diperjelas oleh
tiga kembar sejati tetap mereka sekarang bingunng bagaimana agar mereka mendapatkan
hak mereka, apakah mereka harus menemui bosnya secara langsung, atau berbicara
melalui Soraya, entahlah tetapi mereka bertiga akan berusaha bagaimanapun agar
hak warga desa terwujud dan kembali mendapatkan desa mereka.
Beberapa hari telah berlalu , bahkan desa mereka kini lebih
parah dari yang dulu tetap saja warga desa tidak bisa berbuat apa-apa karena
mereka bingung apa yang harus mereka lakukan karena seharusnya perusahaan
mengganti rugi sebesar 781 miliar terhadap desa tersebut tetapi belum juga
dibayarkan, bahkan korban sakit karena lumpur terus saja bertambah saat itu
Garuda sakit ia yang selalu ceria kini sangat murung bahkan tidak bisa
berbicara ternyata Garuda sakit ISPA, semua keluarga Pak Amin cemas dengan
kondisi Garuda saat ini keceriaan hilang saat Garuda sakit air mata yang terus
mengalir dalam suasana balai terutama pada keluarga Pak Amin.
“Garuda…. Kamu harus sehat, Garuda kamu orang yang tangguh,
kita bertiga tidak akan lengkap jika kamu sakit seperti ini Garuda, Garuda
cepat sembuh Garuda, kami tidak ingin kamu lemas seperti ini Garuda.. kami
mohoonn…” ucap Silaa pada Garuda yang terbaring lemas.
“Lebih baik sekarang kita kembali kerumah sakit Gar, kamu
harus sembuh,” ucap Panca memujuk.
Sebelumnya Garuda telah dirawat di rumah sakit hanya saja
Garuda sudah sangat lelah di rumah sakit dan biaya mereka juga tidak mencukupi
untuk membayar biaya rumah sakit Garuda berhari-hari sehingga Garuda kembali
pulang, tetapi keadaan Garuda memang sangat memprihatinkan untuk dibawa pulang.
“Kalian harus bertahan.. aku sungguh tidak tahan lagi menahan
rasa sakit ini saudara-saudariku, desa kita lenyap dengan lumpur aku memang
ceria tapi aku sungguh tidak sanggup menahan rasa sakit ini, kalian harus
berusaha agar kita bisa menikmati hidup dengan bahagia, aku sangat memohon
dengan Sila dan Panca,” ucap Garuda terbaring lemas.
“Garuda, kita akan melakukannya bersama-sama, kita akan
berusaha bersama, bercanda bersama, kamu tidak boleh berkata seperti itu bahkan
kita sudah melewatkan ulang tahun kita karena bencana lumpur kita harus
merayakannya bertiga,” ucap Panca cemas.
“Garudaaaa….. kita adalah saru sebuah kata Garuda Panca Sila
untuk memperjuangkan hak desa kita kamu tidak bisa seperti ini…. Hiks hiks..”
ucap Sila dengan tangisannya.
“Ayah .. Ibu… maafkan Garuda karena selalu bandel, Garuda
yakin Sila dan Panca akan berhasil membuat desa ini mendapatkan haknya, Garuda
sangat menyayangi Ibu dan Bapak,” ucap Garuda dengan senyum tipisnya.
Saat itu semua warga yang ada di pengungsian balai desa
sangat sedih melihat keadaan Garuda yang sangat berbeda dari biasanya, tak
beberapa mata Garuda tertutup saat itu tangisan warga meledak tak terkecuali
keluarga Pak Amin dan Bu Mina, mereka sangat terpukul dengan kepergian Garuda,
mereka tidak menyangka Garuda akan meninggalkan mereka karena bencana ini
bencana lumpur lapindo yang menyerang desa mereka dan mengakibatkan korban
jiwa. v
***
Beberapa hari kemudian setelah kepergian Garuda, Panca dan
Sila terlihat murung. kesedihan yang luar biasa menimpa mereka bahkan Soraya
yang dulunya mereka bela kini mereka acuhkan.
“Sil, kita tidak bisa terus-terusan seperti ini, aku yakin
jika kita terus-terusan seperti ini Garuda akan kecewa pada kita,” ucap Panca
ketika mereka sedang duduk di kelas.
*Sila melihat ke arah kursi yang dulu di duduki oleh Garuda.
Sila kemudian berdiri dan mendekati
Soraya.
“Aku ingin bertemu ayah mu!” sentak Sila yang langsung
disusul panca mendekati Soraya.
“Sila.. aku sangat minta maaf, aku sangat mengerti bagaimana
perasaan mu karena kamu telah kehilangan Garuda, aku sungguh tidak tau semua
ini akan terjadi aku janji akan membantu kalian bagaimanapun caranya,” ucap
Soraya meyakinkan.
Kemudian langsung sepulang sekolah satu kelas
berbondong-bondong menuju rumah Soraya ternyata teman-teman yang lain juga ikut
membantu Panca dan Sila untuk mendapatkan hak mereka mendapat ganti rugi.
Sesampainya mereka di rumah Soraya langsung ayah soraya yang
menyambut kedatangan mereka bahkan ayah Soraya terlihat sangat santai saat
melihat teman-temannya datang kerumah.
“Permisi Pak, kami dari desa yang terkena genangan lumpur,”
ucap Panca.
“Oh iya, ada apa kalian kemari? Mau mengungsi, maaf tapi
rumah kami terlalu sempit untuk dijadikan penginapan untuk orang sebanyak
kalian,” ucap ayah Soraya tanpa merasa bersalah.
“Rumah kami memang tidak layak dihuni tapi kami tidak akan
meminta menginap di rumah salah satu pegawai perusahaann yang menyebabkan rumah
kami tenggelam, kami disini hanya ingin meminta tanggung jawab ganti rugi untuk hak kami” ucap Sila.
“Berani sekali kamu anak kecil,” tegas Ayah Soraya.
“Ayah mereka tidak akan berani jika ini tidak memakan korban,
apakah ayah tau saudara kembar mereka bernama Garuda telah meninggal dunia
karena terhirup lumpur yang menggenang ayah apakah ayah masih punya perasaan,”
ucap Soraya mulai meneteskan air mata.
“Benar Pak, bukan hanya bantuan sembako yang kami ingin
dapatkan tetapi hak kami,” ucap Udin.
“Apakah Bapak tau dalam pelanggaran HAM Bapak telah melanggar
banyak sekali HAK warga yang salah satunya adalah melanggar hak kesahatan
banyak warga desa yang jatuh sakit bahkan saudara saya meninggal karena
ISPA!!”, tegas Sila meneteskan air mata.
“PT MLJ dinilai telah mengabaikan aspek perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup seperti tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2009,
yang seharusnya perusahaan mengganti semua kerugian yang ditimbulkan akibat
lumpur lapindo yang mengakibatkan warga menjadi sengsara, seandainya perusahaan
masih punya hati dan perasaan maka pasti tidak akan mengulur waktu untuk
mengganti rugi semuanya!”, ucap Panca panjang lebar.
Ayah Soraya sangat tercengang dengan usaha mereka untuk
mendapatkan hak, setelah mendengar saudara teman Soraya ada yang menjadi korban
kini ayah soraya merasa sangat bersalah, dan kemudian beliau ikut meneteskan
air mata dan berjanji secepat mungkin akan mengganti rugi dan memberikan apa
yang menjadi hak warga yang terkena bencana lumpur.
Mereka merasa sangat senang dan kembali secepatnya ke
pengungsian dan memberikan kabar baik ini kepada orang tua mereka di
pengungsian, kini wajah murung mulai hilang dan tergantikan oleh wajah ceria
menunggu mendapatkan hak mereka, mereka yakin bos itu tidak hanya memberikan
harapan belaka.
Kini Sila dan Panca sangat bahagia karena usaha mereka tidak
sia-sia, mereka tersenyum kelangit dan berharap Garuda juga tersenyum melihat
mereka berusaha demi desa mereka.
0 komentar:
Posting Komentar