Oleh : Maharatun Nida
Warna
merah di langit kini mulai hilang, detik demi detik berlalu, kini langit
berganti gelap, suasana desa yang penuh dengan kicauan burung yang merdu kini
telah senyap karena burung-burung kembali kesarangnya.
Hanya
tersisa seorang gadis desa yang cantik bernama Anida termenung di teras rumah
memikirkan masalahnya, biasanya di pagi hari ia suka menenun selendang yang
kemudian dijual oleh ibunya, ia orang yang rajin, trampil, dan kreatif ditambah
parasnya yang cantik membuat setiap laki-laki jatuh cinta, meskipun ia bukan
orang kaya, tetapi ia tidak begitu saja menerima cinta seseorang meskipun
lelaki kaya, sore hari ia suka sekali ke kebun untuk merawat semua tanamannya,
di kebunnya ia menanam buah, dan sayur.
“Aku
akan menghemat uang, dengan cara memakan buah-buahan dan sayur yang ada di
kebunku,” ucapnya suatu ketika, kepada seseorang yang bertanya mengapa ia
jarang ke pasar.
Sebenarnya
ada sorang lelaki yang menyukainya dan ia pun juga menyukai lelaki itu, hanya
saja lelaki itu sangat kaya, Anida merasa tidak bisa mencintai lelaki kaya yang
menurutnya hanya akan menyakitinya.
Suatu
ketika, saat ia sedang menenun di bawah pohon yang rindang dan sejuk diiringi suara
kicauan burung yang sangat merdu seakan bernyayi untuk Anida yang sedang
menenun, tiba-tiba datanglah Fatan lelaki yang ia sukai.
“Hai Anida, apakah kedatanganku mengganggu
mu?”, tanya Fatan
“Tidak Fatan, kamu tidak mengganggu,
aku hanya duduk santai sambil mengerjakan pekerjaanku yang sederhana ini,
tetapi apa yang membuatmu datang kesini Fatan?”, tanya Anida pada Fatan, namun
ia terus menenum tanpa memperhatikan Fatan.
Tiba-tiba
Fatan mengeluarkan setangkai bunga warna merah tanpa duri dari kantongnya “Aku kesini ingin memberikan
setangkai bunga ini untukmu, kuharap kamu mau menerima bunga ini?”, tanya Fatan
dengan gugup.
“Apakah kamu ingin memintaku menanamkan bunga
mawar ini di kebun ku?”, dengan polosnya Anida bertanya.
Fatan kaget dengan jawaban Anida mengapa ia
tidak peka dengan apa yang Fatan maksudkan. “Anida,
jika kamu menerima bunga ini dan menanamnya di kebunmu berarti kamu menerima
cintaku,” ucap Fatan memperjelas maksudnya.
Anida
tersenyum mendengar ucapan Fatan tetapi ia ingat ia tidak ingin mencintai orang
kayak Fatan mungkin saja ia akan menyakitinya dan meninggalkannya begitu saja
sejenak Anida terdiam sebelum menjawab pertanyaan Fatan.
Anida
menjawab, “Emmm….. sebenarnya aku menyukaimu tetapi aku takut kamu nanti akan
menyakitiku karena aku orang miskin dan kamu hanya akan menjadikan permainan,
aku takut nanti aku sakit hati.”
Fatan
kaget mendengar respon Anida kemudian Fatan berusaha meyakinkan Anida bahwa ia
bukanlah lelaki yang suka mempermainkan hati wanita.
“Anida, aku tidak pernah memandang seseorang
dari kaya atau miskin, bagiku mereka semua sama,” ucap Fatan meyakinkan
“Apakah
Keluargamu akan menerima wanita miskin seperti ku?”
“Maafkan
aku Anida, aku tau ayah ku adalah orang yang memiliki gengsi yang sangat
tinggi, akupun sangat meragukan jika ayahku akan merestui, hanya saja jika kita
menunjukan yang terbaik mungkin saja nanti ayahku akan berubah,” Anida
tersenyum mendengar jawaban Fatan.
Setelah
Fatan menjelaskan semua dengan panjang lebar akhirnya Anida percaya dengan
sepenuh hati bahwa Fatan tidak akan menyakitinya, diambilnya mawar dari tangan Fatan,
kemudian ia berjalan menuju kebunnya ia menanan dan menyiram bunga yang telah
diberi Fatan, di dalam hati ia berharap hubungan ini akan menjadi hubungan yang
berkah dikemudian hari karena ia baru pertama kali jatuh cinta.
Setiap
harinya Anida selalu menyirami mawar dengan sepenuh hati ia merawat mawar dengan sepenuh hati, dan
terang saja mawar tersebut kini telah tumbuh dengan sangat subur dengan
bunga-bunga yang cantik dan wangi begitu juga dengan hubungannya dengan Fatan
berjalan dengan indah karena Fatan menerima Anida apa adanya dan juga Anida
yang menerima Fatan apa adanya.
Suatu
sore ketika Anida ingin berjalan-jalan di sekitar desa, ia melihat Fatan dengan
dua orang tua, Anida berpikir mungkin
salah satu di antara dua orang tua itu adalah orang tua Fatan, Anida tidak
sengaja mendengar apa yang mereka bicarakan karena saat itu Anida sedang mengobati
kelinci yang terluka.
“Tempat
ini sangat bagus sekali untuk lahan perkebunan kelapa sawit kita,” ucap salah
satu orang tua di samping Fatan.
“Kamu
benar Anto, disini sangat bagus sekali untuk membuka lahan kelapa sawit kita,
pasti sangat besar sekali keuntungan kita jika kita membuka lahan disini,”
Jawab orang tua yang satunya lagi.
Anida sontak kaget mendengar
perkataan mereka, bahwa mereka ingin membuat lahan kelapa sawit di desa ini,
itu berarti akan ada penggundulan hutan, Anida berlari tanpa sadar menginjak
kaki kelinci yang terluka, kelinci bersuara dan suara kelinci membuat Fatan
menoleh ke arah Anida, Fatan sungguh kaget melihat Anida berada disana, Anida
yang menyadari bahwa Fatan menatapnya pergi membawa kelinci yang telah ia injak
kakinya karena kelinci tersebut masih terluka.
Fatan
sangat khawatir karena Anida yang barusan mendengar perkataan ayahnya dan rekan
kerjanya ia takut Anida akan mengira ia juga terlibat dalam ambisi ayahnya yang tidak bisa di kendalikan lagi.
Pikir
Fatan dalam hati, “Lebih baik ku susul saja Anida kerumahnya dari pada nanti
kesalahpahaman ini akan semakin menjadi.”
Sesaimpainya
Fatan di rumah Anida , Fatan menatap Anida dari kejauhan ia melihat Anida
sedang merawat kelinci yang tadi lukanya belum sembuh.
Melihat
Fatan, Anida langsung masuk dalam rumahnya, “Anida… tunggu Anida.. kamu jangan
masuk aku mau menjelaskan semuanya,” teriak Fatan dari luar rumah namun Anida sama
sekali tidak menghiraukannya, Fatan kecewa kemudian ia langsung kembali ke
mobil dan bertemu Ayahnya.
·
Sesampainya
Fatan dirumah, ia langsung menghampiri ayahnya.
“Ayah….. aku mohon padamu untuk tidak membuka
lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Melati Ayah…. Jangan merusak lahan
mereka, hewan-hewan juga punya hak untuk hidup Ayah,” ucap Fatan memohon.
“Kamu udah besar Fatan apakah kamu tidak ingin
membuat usaha ayah maju, kalau kamu tidak ingin ayah sukses kamu bisa pergi
meninggalkan rumah ini Fatan!!”, bentak ayah Fatan.
Namun Fatan hanya terdiam ia tidak
ingin menjadi anak durhaka tertapi ia juga tidak ingin mengecewakan Anida.
·
Beberapa
hari berlalu….
“Apiii…….
Tolooonnggggg semuanya pergi dari rumah..” teriak seseorang.
Anida yang baru terbangun dari tidurnya bingung
mendengar orang-orang berteriak diluar rumahnya ayah dan ibunya sedang berada
di rumah keluarganya di lain daerah, ia bangun dari tidurnya untuk melihat
keadaan sekitar namun rumahnya terkunci ia lupa dimana meletakkan kuncinya…
tiba-tiba dari atas atapnya api yang sangat besar menyala.
“Oh Tuhan ada apa ini, rumah ini terbakar apa
yang sebenarnya terjadi aku harus cepat membuka pintu ini,” Anida panik.
ia
mencari kunci kesana kemari namun tiba-tiba tiang besar dengan api yang
menyala-nyala mengenai dirinya, seketika langsung ia pingsan untuk saja
langsung ada yang berhasil mendobrak pintu rumahnya dan mengangkatnya ke luar
rumah.
***
“Ayaaaahhh…..
mengapa semua ini terjadi?? Apa yang telah kamu lakukan pada desa ini ayah,
kamu hanya bilang ingin membuka lahan kelapa sawit, sekarang mengapa sampai
lahan penduduk juga terbakar ayah??? Bahkan ada yang menjadi korban Ayaaaaahh…”,
Fatan berteriak-teriak saat melihat keadaan di desa tempat kekasihnya.
Ya
benar saja di desa ini desa tempat kekasihnya tinggal yaitu Desa Melati sekarang terjadi kebakaran
hutan di pinggiran desa bahkan merambat pada permukiman penduduk.
Tiba-tiba
ayah Fatan datang, “Fatan, mengapa kamu disini, pulang sekarang juga kamu tidak
lihat disini sedang terjadi kebakaran.”
Fatan benar-benar kesal dengan
ayahnya karena tidak merasa bersalah sama sekali atas kebakaran yang sekarang
terjadi, hutan-hutan habis hewan-hewan yang berada dalam hutan juga mungkin
telah mati terbakar bahkan rumah pendudukpun terbakar, sejenak ia teringat pada
Anida ia langsung berlari kearah rumah Anida sesampainya Fatan di rumah Anida
betapa kegetnya Fatan saat melihat rumah Anida telah terbakar sebagian.
“Ya Tuhaann…. Dimana Anida, Permisi… apakah
kalian melihat Anida??”, tanya Fatan kepada setiap orang yang ia temui akhirnya
Fatan menemukan salah satu diantara mereka yang mengetahui dimana Anida berada,
orang tersebut menjawab Anida dibawa pergi kerumah keluarganya di kampung
sebelah, dan betapa kaget Fatan setelah mengetahui Anida terluka parah karena perbuatan Ayahnya
dan sekarang ia koma di rumah sakit.
*Sesampainya
dirumah Fatan langsung menghampiri ayahnya.
“Ayaah…
apakah Ayah merasa bersalah atas apa yang telah ayah lakukan? Ayah membuat
banyak kekacauan aku sungguh meminta maaf kepada Ayah karena harus mengatakan
ini, tapi aku yakin ini semua tidak akan terjadi seandainya Ayah tidak
mengikuti ambisi Ayah untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit Ayah,” ucap Fatan.
Fatan
terlihat sangat kecewa atas perbuatan Ayahnya.
“Mana Ayah tau semua ini akan terjadi
lagiankan tidak ada korban, jika memang hanya kerugian harta nanti akan Ayah
ganti kerugian mereka, mengapa kamu sangat repot sekali?” “Ayaah… asal ayah tau orang yang aku
sayangi menjadi korban atas perbuatan Ayah, ia sekarang koma dirumah sakit apa
itu yang Ayah sebut tidak ada korban?”, jawab Fatan kaget. “Apa kamu bilang, pacar kamu adalah
gadis miskin dari desa itu??? Apa tidak ada wanita lain Fatan!!”, Fatan semakin
kecewa mendengar jawaban ayahnya yang luar biasa menyakitkan Fatan kemudian
meninggalkan ayahnya.
Fatan
kembali ke desa yang telah terbakar, hutan-hutan habis dan rumah penduduk kini
menjadi hitam karena api, Fatan tiba-tiba teringat dengan mawar yang dulu
pernah ditanamnya “Mawar itu..
hmmm pastilah mawar itu kini telah habis terbakar sangat tidak mungkin jika
mawar itu masing sangat segar, tetapi apa salahnya jika aku melihat mawar itu,
iya benar aku akan melihat mawar itu.” Ucap Fatan pada dirinya sendiri.
“Sungguh ajaib mengapa bunga ini terlihat
masih sangat segar, lebih baik kupetik bunga ini untuk permintaan maaf pada
Anida,” Fatan sangat kaget ketika melihat bunga yang ia berikan masih sangat
segar sedangkan tanaman Anida yang lain telah layu karena Api bunga mawar itu
sangat wangi dan tidak berduri.
Sesampainya
dirumah sakit Fatan langsung menemui Anida diruang kamarnya ia langsung
menghampiri Anida.
“Anida aku sungguh minta maaf atas semua
perbuatan Ayahku aku sungguh minta maaf Anida aku harap kamu tidak ada niat
untuk mengakhiri hubungan kita Anida.” ucap Fatan dengan air matanya yang
menetes membanjiri pipinya.
Anida
tersenyum mendengar ucapan Fatan, “Tidak apa-apa Fatan, ini semua memang
takdir, bahkan jika nanti kita terpisah itu juga takdir Fatan.” jawab Anida
“Ini, bunga yang kamu tanam dikebunmu aku membawakannya
untukmu sebagai permintaan maafku, bunga ini satu-satunya tanaman yang tidak
layu, ku harap bunga ini memiliki keajaiban terhadap hubungan kita,” ucap Fatan
memberikan bunga.
“Terimakasih
Fatan,” jawab Anida.
Anida menerima bunga yang Fatan berikan ia
menghirup aroma bunga yang sangat wangi, tiba-tiba….. semua luka bakar yang ada
ditubuh Anida mengering, semua yang berada disana terlihat kaget dengan apa
yang mereka saksikan terutama Anida.
“Fatan, mengapa semua ini bisa terjadi,
memangnya dulu dimana pertama kali kamu menemukan bunga ini?”, tanya Anida
kebingungan.
“Sebenarnya saat itu aku menolong seorang
nenek yang terjatuh saat berjualan bunga kemudian ia memberikan satu bunga
untukku nenek itu bilang bunga ini adalah bunga yang apabila orang yang aku
sayangi terluka maka bunga ini sebagai perantara penyembuhnya sebenarnya aku
tidak percaya tapi aku berniat memberikan bunga ini untukmu itu saja,” jawab Fatan,
mereka semua mengerti dan kemudian kembali berbincang-bincang.
Ayah
Fatan menelpon Fatan, dan menanyakan korban akibat kebakaran Hutan yang
mengenai pemukiman, Fatan memberitau tempat dan nomor kamar Anida.
Namun tiba-tiba ayah Fatan mematikan
telepon, tak beberapa lama setelah ayah Fatan menelpon ia memasuki ruang Anida,
sungguh kaget saat ayah Fatan saat memasuki rungan, bukan kaget karena melihat
keadaan Anida tatapi kaget karena melihat ibunya Anida
“Bu
Asih,” ucap ayah Fatan.
“Ayah.. Ayah kenal bu Asih?”, tanya Fatan.
“Ia Ayah kenal dengan bu Asih, saat dulu Ayah muda Ayah hampir mati
tenggelam tidak ada satupun orang saat itu, tetapi untung saja ada bu Asih yang
menyelamatkan Ayah, Ayah sama sekali tidak bisa berenang entah bagaimana ayah
saat itu jika tidak ada Bu Asih, sekian lama Ayah mencari Bu Asih sebagai
ucapan terimakasih tetapi Ayah tidak menemukannya lagi,” Ayah Fatan mencoba
menjelaskan.
“Tidak apa-apa itu hanya kebetulan saja saat
aku sedang mencari ikan di danau,” jawab Ibu Anida.
“Aku
sungguh tidak tau Anida adalah anakmu dan suamimu kalu begitu aku akan merestui
kalian Fatan dan Anida, dan Ayah juga mengganti rugi kebakaran yang telah ayah
perbuat.” Fatan dan Anida sangat bahagia mendengar perkataan Ayahnya mungkin
luka bakar ini juga memiliki hikmah tersendiri seandainya ia tidak luka mungkin
ibu Anida tidak bertemu dengan Ayah Andi, dan hubungan mereka tidak akan
direstui.
Beberapa bulan kemudian hutan-hutan
telah mulai ditumbuhi pohon, rumah-rumah yang terbakar kini dibangun kembali
hari ini tepatnya hari pernikahan Anida dan Fatan semuanya sangat bahagia di acara
pernikahan Fatan dan Anida, pernikahan yang penuh dengan bunga karena meningat
keajaiban bunga mawar ketika Anida terbaring sakit.
Selesai.
0 komentar:
Posting Komentar